Tie Dye atau ikat celup pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama yaitu
menghias kain dengan cara diikat atau dalam bahasa Jawa dijumput sedikit,
dengan tali atau karet, dijelujur, dilipat, sampai kedap air, lalu dicelup
dengan pewarna batik. Setiap daerah mempunyai nama teknik dan corak yang
berbeda. Di Palembang dikenal sebagai pelangi dan cinde, di Jawa sebagai tritik
atau jumputan, di Banjarmasin sebagai sasarengan. Di Jawa dan Bali teknik celup
ikat ini sering dipadukan dengan teknik batik Dalam celup ikat, penggunaan
kain-kain dari serat yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda pula.
Kain yang tipis dapat diikat dengan simpul-simpul kecil, sehingga ragam hias
yang terbentuk juga lebih padat dan banyak. Makin tebal kain yang digunakan,
makan sedikit pula jumlah ikatan yang bisa dibuat, karena simpul akan menjadi
terlalu besar dan sulit untuk dikencangkan rapat-rapat. Akibatnya zat pewarna
dapat dengan mudah merembes masuk dan menghilangkan corak yang ingin
ditampilkan. Oleh karenanya kain-kain yang tebal biasanya menampilkan corak
yang besar pula.
Ada berbagai jenis kain yang baik dan banyak digunakan dalam teknik celup
ikat, yaitu kain katun dan sutera. Kedua jenis kain ini dengan kemampuan daya
serapnya, memudahkan proses pengikatan dan pencelupan. Sementara beberapa jenis
kain lainnya, seperti dari bahan rayon atau kain sintetis lainnya, proses celup
ikat agak sulit dilakukan karena sifat kain yang terlalu licin, atau keras atau
kurang memiliki daya serap.
Banyaknya celupan dan lamanya setiap perendaman tergantung pada hasil warna
yang diinginkan. Setelah pencelupan selesai, kain digantung atau ditiskan
sebentar agar tetesan cairan pewarna habis. Kemudian ikatan dibuka
dan kain dibentang, maka akan terlihat corak-corak yang terbentuk akibat
ikatan yang merintanginya dari pewarnaan. Warna dari corak-corak ini memiliki
gradasi warna sesuai dengan rembesan cairan pewarna saat pencelupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar