Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.
Menurut beberapa ahli :
1. Haukin menyatakan bahwa tari adalah
ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk
melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan
sebagai ungkapan si pencipta.
2. La
Mery menyatakan bahwa tari adalah ekspresi yang berbentuk simbolis
dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan untuk menjadi
bentuk yang nyata
3. Suryo
menyatakan tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif
dalam Elemen utamanya berupa gerakan tubuh yang didukung oleh banyak
unsur, menyatu-padu secara performance yang secara langsung dapat
ditonton atau dinikmati pementasan di atas pentas. Dengan demikian untuk
meperoleh gambaran yang jelas.
4. Hawkins menyatakan bahwa tari adalah
ekspresi perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk
media gerak sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si
penciptanya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah unsur dasar gerakyang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai keselarasan irama.
Dengan demikian dapat diakumulasi bahwa tari adalah
gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik,
diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam
tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan
perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak
ritmis. Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan
manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak sehingga menjadi
wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk
latihanlatihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa,
dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti
manusia yang mempelajarinya.
2. 2. Jenis-jenis tari tradisional
A.Tari tunggal
Yaitu tari yang ditarikan oleh 1 orang
Tari Pedang Mualang Tari Pedang Mualang suku Dayak Mualang Kalimantan Barat adalah sebuah tarian tunggal tradisional yang di sajikan di masa kini untuk menghibur masyarakat dalam setiap acara tradisional,
seperti Gawai Dayak (pesta panen padi), Gawai Belaki Bini (pesta
pernikahan) dan lain-lain. Tari Pedang Mualang Tari ini lebih menekankan
pada Gerakan aktraktif menggunakan pedang dalam menyerang maupun
menangkis serangan lawan
B. Tari berpasangan
Yaitu tari yang ditarikan oleh 2 orang
Tari Cakalele Cakalele adalah tarian perang tradisional
Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat.
Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian ini
dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia
(sejenis musik tiup). Tari Cakalele Para penari pria biasanya mengenakan
parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari wanita menggunakan lenso
(sapu tangan). Penari pria mengenakan…
3. Tokoh tari
1. AM. Munardi, S.Pd (alm)
Tokoh
tari Jawa Timur yang hingga akhir hidupnya (23 Maret 2000) menunjukkan
kepedulian yang sangat besar terhadap dunia seni tari di Jawa Timur
adalah AM Munardi yang dilahirkan di Yogyakarta, 15 Nopember 1939 dan
mulai belajar menari tahun 1954 di Among Beksa Kraton Yogyakarta. Pada
tahun 1973, AM Munardi menjadi guru di SMKI (sekarang SMK 9) Surabaya, menjadi
penata tari dan dikenal pula sebagai pengamat tari. Beberapa karya
tarinya, diantaranya: Sang Duta (1967), Cermin (1975), Seblang Nukyeng
(1972), Reog Brantas (1982), Topeng Panji Reni (1977), Sabu-Sabu (1976),
Sudamala (1978),Sumantri Wirotama (1979), Dramatari Calonarang (1970),
dan Damarwulan Jurit (1983). Disamping menata tari dan menjadi guru,
Munardi juga menulis beberapa karya tulis yang menjadi acuan pelajaran
teori seni tari di berbagai institusi formal seni tari, diantaranya;
Pengetahuan Seni Tari I dan II, Wayang Topeng Malang (bersama Sal
Murgiyanto), Gandrung, dan Seblang.
Sosok AM Munardi di Jawa Timur cukup dikenal, dengan kesederhanaannya, ketekunan dan semangatnya yang terus menggema melalui pemikiran dan kegiatan yang sering dilakukannya untuk memajukan
seni tari Jawa Timur. Penghargaan pernah diraihnya, diantaranya:
penghargaan penulisan naskah tari dari Direktorat Kesenian Depdikbud
(1977, 1978, 1979), gelar Jalma Dwija (1994) oleh Paguyuban Sutresno Pusaka Lan Budaya Jawa dan Penghargaan Seniman Jawa Timur (2001).
Pada sekitar tahun 1970-an, AM Munardi mempelajari tari
Topeng Malang hingga dapat menyusun kembali bentuk tari topeng Malangan
yang kemudian menjadi materi tari di SMKI Surabaya. Karya tari topeng
Malang yang disusun kembali oleh AM Munardi, diantaranya: tari Topeng
Bapang, Topeng Patih, Topeng Gunungsari, Grebeg Jawa, dan Topeng
Sekartaji. Karya tari topeng Malangan itu kemudian menjadi pemacu untuk
merekontruksi kembali tari topeng gaya Malangan yang kemudian digunakan
sebagai materi pelajaran seni tari.
2. Munali Fatah
Munali
Fatah dilahirkan di Sidoarjo 17 Mei 1924. Munali mulai bergabung dengan
kesenian Ludruk Rukun Makno pada tahun 1938 dan pada tahun 1963
bergabung dengan Ludruk RRI Surabaya dengan kemampuan ngidung dan beksa ngremo.
Munali
adalah tokoh tari yang dikenal melalui susunan tari Ngremo gaya Munali
Fatah. Tari Ngremo merupakan suatu bentuk tari yang telah mendapat
pengakuan masyarakat sebagai salah satu bentuk tari khas Jawa Timur memiliki
berbagai gaya tari tergantung pada siapa penyusunnya dan dimana daerah
perkembangannya. Bentuk tari Ngremo ada dua yaitu bentuk tari putra dan
bentuk tari putri. Tari Ngremo yang disusun oleh Munali atau lebih
sering disebut Ngremo Munali (gaya Munali) merupakan suatu bentuk
tatanan tari yang lebih menonjolkan pada kejelasan akan bentuk gerak
tari yang sederhana namun memiliki kepekaan, kekentalan struktur tari
yang membentuk pola baku yang mapan dan mantap. Tari Ngremo Munali yang
telah mendapat pengembangan sampai saat ini masih menjadi
materi tari wajib yang harus dikuasai pada berbagai institusi tari
walaupun sudah mengalami perubahan secara tidak langsung dalam hal gerak
tari karena faktor perubahan alami yang terjadi dari teknik penyampaian
yang dilakukan secara simultan.
Penghargaan
yang pernah diperoleh oleh Munali Fatah adalah dari Pusat Lembaga
Kebudayaan Jawi (PLKJ) di Surabarta, Penghargaan sebagai seniman tari
dari panitia Festival Cak Durasim (2002), dan Penghargaan Seniman Jawa
Timur tahun 2002.
3. Soenarto AS. S.Sn
Senarto
AS dilahirkan di Solo pada tanggal 22 Mei 1936, hingga saat ini menjadi
dosen di STKW Surabaya. Soenarto yang juga sebagai seorang penata tari
telah menciptakan berbagai karya tari diantaranya; tari Ngremo Putra,
tari Ngremo Putri, tari Gandrung, Tari Gunungsari (1979),
tari Tanganku (1979), Dramatari Kudo Noro Wongso (1990), dan Bedoyo
Ujung Galuh (1978) yang pernah mendapat penghargaan Walikota Surabaya
pada saat itu.
Perjalanan
Soenarto AS dalam dunia seni tari diawalinya dengan menjadi penari
sekitar tahun 1960-an, yang kemudian mulai mengamati perkembangan seni
tari di Jawa Timur. Melalui pengamatan selama menekuni seni tari,
Soenarto AS berpandangan tentang perkembangan seni tari Jawa Timur pada
tahun 1962-1971 yang tertutup pengembangannya karena seni tari gaya
Surakarta lebih melekat di hati masyarakat. Soenarto AS mulai tergugah
untuk mengembangkan tari tradisional Jawa Timur dengan menerobos
pandangan tari tradisi menjadi sudut pandang tari pendidikan formal.
Dengan menggali tari tradisi diharapkan dikembangkan seni tari tradisi
itu sesuai pertumbuhan jaman.
Penggalian
seni tradisi yang dilakukan Soenarto AS menghasilkan sebuah susunan
tari Ngremo gaya putra dan putri yang kemudian dijadikan gaya pola gerak
tari Ngremo di SMKI (SMK 9), STKW dan Sendratasik UNESA bahkan pola
gerak itu melekat pula pada alumnus seni tari yang pernah mempelajari
tari Ngremo ini swebagai bahan ajar tingkat pemula sebagai dasar
pembakuan.
4. Soeparmo
Soeparmo
dilahirkan di Probolinggo 25 Desember 1943. Pengalaman berkesenian
diawali pada tahun 1950 menjadi penari bersama orang tuanya. Ketrampilan
menari diperolehnya dari orang tuanya. Pada tahun 1983, Soeparno menata
kembali tari Glipang yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, dan
susunan tari itu mendapat pengakuan dari masyarakat luas. Tahun 1983
mendapat penghargaan sebagai pelatih terbaik tari Glipang,
tahun 1984 mendapat penghargaan pada Pekan Tari dan Musik daerah
tingkat Nasional, tahun 1991 terpilih dalam Festival tari daerah kreasi
terbaru, dan tahun 1992 penghargaan Festival seni musik vokal
Tradisional.
Pandangan
Soeparmo tentang karya tari adalah berpijak dari kebiasaan serta
situasi dan kondisi masyarakat daerah sekitar komunitasnya sehingga
dapat memunculkan ide untuk menghasilkan sebuah karya seni.
5. Karimun
Karimun
adalah tokoh tari gaya Malangan yang eksis dengan tari topengnya.
Karimun dilahirkan di Malang tanggal 19 Juni 1919 dan dibesarkan dari
keluarga seniman. Perjalanan berkesenian sempat terhenti tahun 1948
karena jaman penjajahan Jepang dan pada tahun 1950 mendirikan sanggar
“Asmoro bangun” di Dukuh Kedungmonggo Desa Karangpandan Kecamatan
Pakisaji Malang.
Melalui
pengalamannya, Karimun menata kembali tari Topeng menjadi bentuk-bentuk
tari lepas sesuai karakter topeng, diantaranya: tari Topeng Gunungsari,
Tari Topeng Bapang, Tari Grebeg, Tari Topeng Beskalan, Tari Topeng
Patih, Tari Topeng Sekartaji, dan Topeng Panji. Hasil penataan tari oleh
Karimun ini menjadi sejarah besar bagi perkembangan seni tari Topeng di
Jawa Timur. Karya Karimun mulai diperkenalkan melalui materi pelajaran
tari di SMKI Surabaya, STKW dan juga UNESA. Hingga saat ini tari Topeng
dari Kedungmonggo merupakan salah satu bentuk tari topeng Jawa timur
yang paling banyak dipergunakan sebagai materi pelajaran di berbagai
institusi formal maupun di sanggar-sanggar di Surabaya khususnya dan
Jawa Timur pada umumnya. Keberadaan dan kebertahanan tari topeng karya
Karimun ditunjang pula oleh iringan tari berupa kaset yang dijual secara
umum.
Bagi
Karimun, proses pandang hasil karya didasarkan atas bakat, pengalaman
dan imajinasi. Pandangan itu didasari atas pengalaman yang diperolehnya
selama menekuni seni Topeng.
6. Sumitro Hadi
Sumitro
Hadi yang akrab dipanggil dengan Mitro adalah tokoh tari Banyuwangi
yang cukup dikenal melalui karya-karya seni tari tradisional yang
ritmis, dinamis dan sangat menarik dalam segi penampilan secara
keseluruhan. Sumitro Hadi dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 16
Agustus 1951. Pengalaman berkesenian Mitro dimulai dari lingkungan
keluarga yang menyenangi seni tari. Pada tahun 1977, Mitro mendirikan
Sanggar Tari Jingga Putih hingga saat ini dan Mitro juga sebagai
pimpinan sanggar.
Sumitro
Hadi melalui sanggarnya mengadakan pelatihan dan sekaligus menjadikan
sanggarnya sebagai pemacu motivasinya untuk berkarya tari. Hasil karya
yang pernah diciptakan Sumitro Hadi, diantaranya: Jaran Goyang (1969),
Jaran Buto (1974), Padang Bulan (1976), Jejer Banyuwangi (1976), Jaran
Dawuk (1986), Kundaran (1992) dan Kuntulan (1995). Karya-karya Mitro
hingga saat ini mampu bertahan ditengah maraknya
perkembangan seni tari modern karena nilai-nilai tradisi tari Banyuwangi
sangat melekat pada karyanya. Sebagian besar karya Mitro hingga saat
ini menjadi materi pelajaran tari di institusi formal maupun di
sanggar-sanggar di Jawa Timur bahkan karyanyapun pernah ditampilkan di
Firlandia (1996), Hongkong 1979), USA (1991), dan Australia Barat (1992).
Dalam
berkarya, Sumitro Hadi berpegang pada perumpamaan berlari semasa bias
berlari, berjalan semasa masih bias berjalan, merangkak semasa masih
bias merangkak, dan dalam diam pandanglah apa yang telah diperbuat,
karena hanya ada amal ibadah berupa menyenangkan orang lain.
7. Drs. M. Soleh Adi Pramono
Soleh
adalah panggilan akrapnya, dan dilahirkan di Yogyakarta 1 Agustus 1951.
Pendidikan formal Seni Tari diperoleh mulai bangku sekolah di
Konservatori Surabaya (SMKI) dan kemudian melanjutkan di ISI Yogyakarta
lulus tahun 1984. Saat ini Soleh menetap di Malang dan di sana pula
mendirikan Padepokan Seni Mangun Dharmo di Kecamatan Tumpang kabupaten
Malang.
Soleh
sangat eksis dengan pelestarian dan pengembangan tari tradisional Jawa
Timur, bahkan berbagai kemampuan berkesenian dimilikinya yaitu sebagai
penari, penata tari, penata iringan dan sebagai dalang wayang Topeng dan
wayang Kulit yang sangat dikenal di daerah Malang hingga berbagai
daerah Jawa Timur. Pada tahun 2000, Soleh mendapatkan penghargaan
sebagai Seniman Jawa Timur dari gubernur Jawa Timur.
Dalam
karya tari telah dihasilkan berbagai karya, diantaranya; tari Kolosal
Babad Malang (1976), Dramatari Condro Mowo (1991), tari Jaranan Dor, dan
berbagai tari tradisional yang dikemas menjadi bentuk tari kreasi.
Karya tari hasil kemasan yang bernuansa tradisi karya Soleh sangat
digemari masyarakat dan karya itu dimasukkan pula dalam materi tari
pelatihan di berbagai sanggar.
Pandangan
Soleh tentang suatu karya dapat lahir karena system pelatihan (sanggar)
yang terus menerus. Semakin sering berlatih akan menghasilkan lebih
banyak karya tari. Proses karya akan selalu berlanjut terus untuk
membentuk karya-karya baru, oleh sebab itu menurutnya dokumentasi sangat
diperlukan.
8. Tri Broto Wibisono, S.Pd
Tri
Broto adalah panggilan akrabnya, beliau adalah tokoh tari Jawa Timur
yang masih relatif muda namun mempunyai pemikiran dan konsep ke depan
terhadap perjalanan seni tari Jawa Timuran. Pengalaman berkesenian
dilalui juga dengan pendidikan formal di Konservatori Kesenian Surabaya
(saat ini SMK-9/SMKI) pada tahun 1970-an. Sebagai seorang
tokoh tari, Tri Broto aktif dalam kegiatan pengamatan tari di berbagai
daerah di Jawa Timur, bahkan sesekali Tri Broto tampil sebagai penari
tunggal dalam even-even nasinal maupun internasional.
Pada
tahun 1977, Tri Broto mendirikan sanggar Bina Tari Jawa Timur, dan
hingga saat ini sanggar ini masih berjalan dan masih cukup disegani
keberadaannya sebagai salah satu sanggar yang konsis terhadap
perkembangan seni tari Jawa Timuran. Beberapa murid Bina Tari telah
berhasil dalam hal pengajaran seni tari khususnya Jawa Timur, bahkan ada
pula yang telah menjadi penari professional serta penata tari
professional di Jawa timur. Keberhasilan Tri Broto dapat dilihat dari
karya-karyanya, diantaranya; tari Ngremo Jugag, tari Tandang Tayub, Tari
Sekartaji, Tari gunungsari, Tari Probolengger, Tari Wirogo Putri, dan
masih banyak lagi. Tri Broto juga telah mencoba menyusun struktur tari
Jawa Timur dalam tingkat dasar putri, tingkat dasar putra dan gagahan.
9. Taufikurachman
Taufikurachman
adalah seorang tokoh tari Sumenep yang masih memiliki darah Keraton
Sumenep. Taufik lahir di Sumenep tanggal 10 Oktober 1945 dan mulai
mempelajari tari sejak tahun 1957 saat dia berusia 12 tahun. Taufik
pernah belajar seni tari di Padepokan Seni Tari Bagong Kusudiarjo
Yogyakarta. Dengan berbekal ketelatenan, disiplin, keuletan, Taufik
dapat membawa nama daerahnya ke tingkat nasional maupun internasional.
Melalui karya tari Muwang sangkal yang memiliki ciri khas tari Sumenep
dengan pola gerak, iringan, busana, rias dan didukung dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam semua aspek tari membuat Taufik semakin dikenal.
Karya tari Taufik sangat kental dengan unsur tari Sumenep. Karya Taufik yang cukup dikenal oleh masyarakat, diantaranya;
Muwang Sangkal, Condik Somekar, Sape Sono, Topeng Potre, Tari Pecut
Sumenep, Pleteng, Tongkeng Pangilen, dan Topeng Rampak Prapatan.
Tari
Muwang Sangkal diciptakan tahun 1962 adalah salah satu karya Taufik
yang telah beberapa kali dipentaskan di manca negara, diantaranya:
London (1996) dan Den Hag (Pasar Raya Malam Tong-Tong,
2000). Hingga saat ini Tari Muwang Sangkat karya Taufik telah menjadi
salah satu bentuk materi tari yang diajarkan di Jurusan Sendratasik FBS
UNESA dan STKWS Surabaya.
4. 4. Seni tari tradisional Kuantan Singingi
Gesekan
Piual—Biola, hentakan pukulan Gondang dan tiupan lapri (Serunai),
diiringi langkah tari merupsakan ciri khas tersendiri dari Randai
Kuantan. Salah satu bentuk kesenian rakyat tradisional Kabupaten Kuantan Singingi. Randai Kuantan
merupakan kesenian rakyat yang komunikatif, lahir dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat Kuantan. Randai Kuantan membawakan suatu
cedrita yang sudah disusun sedemikian rupa dengan dialog dan pantun
logat Melayu Kuantan, disertai lagu-lagu Melayu Kuantan sebagai
paningkah babak-babak cerita.
Memang
suatu pertunjukan kesenian rakyat yang membuat kita pun ingin ikut
bergoyang melihatnya, bahkan mengelitik hati. Tak urung gelak tawa pun
akan keluar dengan seketika. Cerita yang dibawakan biasanya sudah
melekat di hati orang Rantau Kuantan, sehingga randai sudah begitu akrab
di tengah-tengah masyarakat.
Tak di ketahui secara pasti, kapan randai mulai ada di daerah ini. Tetapi apabila menilik dari sejarah, maka randai ini telah ada semenjak zaman penjajahan Belanda dulu. Randai di pergerlarkan dalam acara pesta perkawinan, sunatan, doa padang, kenduri kampung dan acara lainnya yang di anggap perlu untuk menampilkan Randai.
Tak di ketahui secara pasti, kapan randai mulai ada di daerah ini. Tetapi apabila menilik dari sejarah, maka randai ini telah ada semenjak zaman penjajahan Belanda dulu. Randai di pergerlarkan dalam acara pesta perkawinan, sunatan, doa padang, kenduri kampung dan acara lainnya yang di anggap perlu untuk menampilkan Randai.
Biasanya
dilaksanakan pada malam hari, memakan waktu 2 hingga 4 jam. Disinilah
orang sekampung mendapat hiburan dan bisa bertemu dengan kawan-kawan
dari lain desa.
Berhasilnya sebuah pertunjukan tidak terlepas dari peran serta pemain, pemusik dan penontonnya. Untuk sebuayh ceriata yang akan dibawakan biasanya memakan waktu latihan sekitar satu bulan atau lebih. Memang waktu latihannya tidak setiap hari, rutinnya hanya pada malam Ahad.
Berhasilnya sebuah pertunjukan tidak terlepas dari peran serta pemain, pemusik dan penontonnya. Untuk sebuayh ceriata yang akan dibawakan biasanya memakan waktu latihan sekitar satu bulan atau lebih. Memang waktu latihannya tidak setiap hari, rutinnya hanya pada malam Ahad.
Tetapi
apabila akan mengadakan pertunjukan maka waktu latihannya akan ditambah
sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan jumlah anggota 15 sampai 30
orang untuk satu tim randai, terdiri dari penari, pemusik, dan tokoh
dalam cerita. Jumlah tokoh tergantung cerita yang dibawakan. Biasanya
jumlah pemusik tetap. Satu Piual, 2-3 gendang, satu peniup lapri.
Keunikan
randai memang mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan denga
kesenian rakyat lainnya yang hidup di Rantau Kuantan. Antara lain
adalah, adanya tokoh wanita di perankan oleh laki-laki yang berpakaian
wanita, dan sindiran-sindiran terhadap pejabat dalam bentuk pantun.
Tokoh
wanita yang diperankan laki-laki ini dimaksudkan untuk menjaga adat dan
norma-norma Agama. Karena latihan pada malam hari dan pertunjukan juga
pada malam hari, sehingga kalau ada anak dara yang tampil ini merupakan
suatu yang tabu bagi masyarakat. Selain itu juga untuk menjaga supaya
hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Sewaktu
pementasan para Anak Randai membentuk lingkaran dan menari sambil
mengelilingi lingkaran, sehingga pemain tidask berkesan berserakan dan
terlihat rapi. Menyaksikan Randai Kuantan kita akan terbuai dan
merasakan suasana kehidupan desa. Bermain, kebun karet, bergurau,
bersorak sorai serta berbincang, tentu dengan lidah pelat Melayu
Kuantan. Sehingga perantau yang pulang kampung ke Rantau Kuantan tak
pernah melawatkan pertunjukan ini.
Untuk
menyaksikan pertunjukan Randai Kuantan bukanlah hal yang sulit, karena
Randai Kuantan sampai saat ini tetap banyak didapatkan di Rantau
Kuantan, bahkan pada saat ini hampir setiap desa mempunyai kelompok
randai.
Sebuah kelompok Randai juga mempunyai sutradara yang mengatur jalan cerita sebuah pertunjukan randai. Sutradara atau peramu cerita harus mempunyai wawasan yang luas terutama dalam hal pengembangan dialog dan pantun. Tidak hanya itu, dia sedikit banyak juga harus mengerti tentang peralatan alat musik yang digunakan. Disinilah sutradara dituntut untuk menampilkan yang terbaik. Sehingga penonton tidak merasa bosan dengan alur ceritanya.
Sebuah kelompok Randai juga mempunyai sutradara yang mengatur jalan cerita sebuah pertunjukan randai. Sutradara atau peramu cerita harus mempunyai wawasan yang luas terutama dalam hal pengembangan dialog dan pantun. Tidak hanya itu, dia sedikit banyak juga harus mengerti tentang peralatan alat musik yang digunakan. Disinilah sutradara dituntut untuk menampilkan yang terbaik. Sehingga penonton tidak merasa bosan dengan alur ceritanya.
Peran
pemerintah untuk melastarikan kesenian tradisonal Kuantan ini memang
ada. Terbukti dengan diperlombakannya kesenian ini pada setiap Festival
Pacu Jalur di Teluk Kuantan. Disinilah mereka bisa menguji kemampuan
kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. selain itu pada Festival Budaya
melayu (FBM) 1997 di Pekanbaru, randai juga diikutsertakan mewakili
kontingen Inderagiri Hulu—sebelum mekar menjadi Kuantan Singngi.
Masyarakat
Rantau kuantan sering kali mengadakan hajatan dengan mengundang sebuah
kelompok Randai. dengan demikian mereka tidak merasa jenuh dengan
latihan saja, mereka juga akan mandapat masukan berupa uang lelah
sebagai ucapan terima kasih. peran masyarakat setempatlah yang
sebenarnya paling dominan. sehingga Randai Kuantan tetap melekat dihati
masyarakat.
Tinggi la Bukik si Batu Rijal
Tompek Batanam Si Sudu-sudu
Abang Kan Poi Adiak Kan Tinggal
Bajawek Solam Kito dahulu
Tompek Batanam Si Sudu-sudu
Abang Kan Poi Adiak Kan Tinggal
Bajawek Solam Kito dahulu
Itulah
sala satu pantun dalam Randai Kuantan yang bercerita tentang Ali Baba
dan Fatimah Kayo. Cerita ini mengisahkan perjalanan hidup sepasang suami
istri yang hidup di Kampung Kopah Teluk Kuantan.
5. Sinopsis tari berpasangan
A. Tari saman dari Aceh
A. Tari saman dari Aceh
Tarian
ini mempunyai komposisi khas, berasal dari beberapa daerah Propinsi
Aceh seperti Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Tarian
ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring. Antropologi SMA Kelas XII18 Bentuk tarian ini banyak memainkan tangan yang ditepuk-tepukkan pada berbagai anggota badan
yang dihempaskan ke berbagai arah dan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syeh. Tarian ini mempunyai bentuk sajian dominan berupa gerak langkah kaki yang lincah seperti berlari, dan sangat dinamis. Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawakan/ditarikan oleh kaum pria, tetapi dalam perkembangannya sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan oleh kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring. Antropologi SMA Kelas XII18 Bentuk tarian ini banyak memainkan tangan yang ditepuk-tepukkan pada berbagai anggota badan
yang dihempaskan ke berbagai arah dan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syeh. Tarian ini mempunyai bentuk sajian dominan berupa gerak langkah kaki yang lincah seperti berlari, dan sangat dinamis. Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawakan/ditarikan oleh kaum pria, tetapi dalam perkembangannya sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan oleh kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.
B. tari payung dari Sumatra Barat
Tari
ini berasal dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pada dasarnya tarian ini
dibawakan secara berpasangan antara penari pria dan penari
wanita, dengan menggunakan payung. Gerakannya merupakan aspek kehidupan para remaja yang ada di daerah tersebut. Musik pengiring aslinya menggunakan Talempong dan Saluang, tetapi pada masa kini sudah banyak diiring dengan instrument Barat, seperti orkes Melayu. Lagu-lagu yang digunakan untuk mengiringinya pada umumnya lagu Babindi-Bindi, Singgalang Runtuah, Singgalang Renyai, dan lagu Minang Lenggang.
wanita, dengan menggunakan payung. Gerakannya merupakan aspek kehidupan para remaja yang ada di daerah tersebut. Musik pengiring aslinya menggunakan Talempong dan Saluang, tetapi pada masa kini sudah banyak diiring dengan instrument Barat, seperti orkes Melayu. Lagu-lagu yang digunakan untuk mengiringinya pada umumnya lagu Babindi-Bindi, Singgalang Runtuah, Singgalang Renyai, dan lagu Minang Lenggang.
C. Tari Zapin
Tari
Zapin merupakan jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah
dan berirama. Tari ini pada mulanya berkembang di kalangan
santri terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka setelah selesai mempelajari ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Kalau ditinjau dari ragam gerak dan komposisinya, dapat diduga tari ini merupakan penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah,
dan masuk ke Indonesia bersama dengan awal perkembangan agama Is-lam. Gerak tari in terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki dan
kelenturan tubuh melakukan gerak berputar, maju mundur dengan cepat.Keharmonisan tari ini paling nampak jika ditarikan berpasangan atau
oleh beberapa penari yang dijalankan secara serentak dan kompak, cepat, lincah, sehingga mendebarkan hati yang melihat. Penyajian tari ini bisa
berpasangan maupun kelompok yang disajikan dengan tempo cepat, lincah, yang ditarikan oleh penari pria dengan mengandalkan irama dari hentakan kaki dan jentikan jari tangan penari tersebut
santri terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka setelah selesai mempelajari ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Kalau ditinjau dari ragam gerak dan komposisinya, dapat diduga tari ini merupakan penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah,
dan masuk ke Indonesia bersama dengan awal perkembangan agama Is-lam. Gerak tari in terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki dan
kelenturan tubuh melakukan gerak berputar, maju mundur dengan cepat.Keharmonisan tari ini paling nampak jika ditarikan berpasangan atau
oleh beberapa penari yang dijalankan secara serentak dan kompak, cepat, lincah, sehingga mendebarkan hati yang melihat. Penyajian tari ini bisa
berpasangan maupun kelompok yang disajikan dengan tempo cepat, lincah, yang ditarikan oleh penari pria dengan mengandalkan irama dari hentakan kaki dan jentikan jari tangan penari tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar